bertolak ke tempat yang lebih dalam

BERTOLAKKE TEMPAT LEBIH DALAM "Bertolaklah lebih ke dalam dan tebarkan jalamu" mungkin bagi Petrus dan kawan-kawannya yang berpengalaman dalam dunia nelayan, seruan Yesus ini agak ganjil. Sudah EditorIcha Rastika. JAKARTA, Presiden Joko Widodo didampingi Ibu Iriana Joko Widodo bertolak ke Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara pada Kamis (9/6/2022). Kepala Negara bersama rombongan lepas landas dengan pesawat ATR melalui Pangkalan TNI AU Haluoleo, Kabupaten Konawe Selatan, pukul 07.40 WITA. Sungguh merupakan kebaikan Tuhan yang tak terhingga karena pada hari ini para Guru Agama Katolik dapat berkumpul di tempat yang teduh dan sunyi ini untuk bertolak lebih ke dalam guna melihat kembali sejauh mana kalian semua sudah melaksanakan tugas sebagai seorang guru agama Katolik yang baik dan benar," kata Yosef. SabdaTuhan kepada murid-murid-Nya di pantai danau Galilea 2.000 tahun yang lalu, terdengar nyaring sekarang ini pula, "Bertolaklah ke tempat yang dalam.!". Dengan kata-kata tersebut kita diajak untuk memberi makna mendalam pada peristiwa kebersamaan kita, ketika kita merayakan Tahbisan Uskup sebagai peristiwa iman Gereja. Lebihdari itu, bertolak ke tempat yang dalam berarti memberi inspirasi yang membawa pada suatu transformasi. Bimbingan Roh Ilahi membawa perubahan hidup yang penuh berkah! Referensi pihak ketiga. Kristus tahu bahwa untuk membuat seseorang berkomitmen, mengarahkan cerita yang menarik kepada masyarakat umum tidak akan cukup. Diperlukan sentuhan Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd. Saudara/saudariku terkasih, Tiga bacaan hari ini menampilkan tiga tokoh yang, kalau kita mau selamat akhirat dan bahagia di dunia mulai besok pagi, wajib kita teladani Nabi Yesaya, Rasul Paulus, dan Simon Petrus dkk. Mereka merendahkan diri mereka di hadapan Tuhan, mengosongkan batinnya, dan siap mengikuti Yesus. Kata Yesus kepada Simon Petrus, duc in altum, bertolaklah ke tempat yang lebih dalam. Apa reaksi Simon Petrus? Ini alur perubahannya. Pertama, ketika awalnya dia melihat Yesus menaiki perahunya, dia tersungkur melihat Yesus dalam perasaan kerendahan dan kehinaannya. Bagaimana dengan kita? Tentu kita kita tidak sebaik Simon Petrus. Masih baik dia menyadari Tuhan menaiki perahunya. Kita sering terlalu asyik dengan kesenangan duniawi kita sehingga alih-alih merendah dan tersungkur, sadar akan kehadiran-Nya saja tidak. Kita tahu jam kerja dimulai pukul tetapi lebih sering kita baru buka komputer jam Kita yakin virus sudah menyebar luas hari ini 36 ribuan, dan kita warga atau pimpinan unit atau anggota gugus tugas, tapi “sengaja lupa” menjaga jarak. Lupa yang sengaja, lupanya zaman now. Kita tahu hari ini seragam apa, tetapi kita pura-pura mati lampu sehingga salah mengeluarkan baju dari lemari, termasuk saya. Kita paham harus berbahasa Inggris karena itu penting agar sekolah ini diminati, tetapi kita malas untuk itu dan tidak merasa bersalah. Kita sering gagal melihat kebaikan-kebaikan sehari-hari sebagai bentuk nyata kehadiran Tuhan. Kita paham harus mengajar secara benar, tetapi RPP saja kita bikin ala kadarnya, padahal kita masih mampu membuatnya lebih baik, ada waktu, ada sumber daya, dan kita tidak merasa bersalah. Boro-boro kita menyadari kelemahan diri, anak yang tidak bisa mengerjakan soal di papan tulis saja kita beri omelan seolah dia serba salah tanpa berpikir sedikitpun bahwa dia seperti itu karena cara kita membimbing dan mengajar masih banyak kekurangannya. Boro-boro tersungkur merendah di hadapan Tuhan, Kitab Suci di rak, simbol suci serta gambar orang kudus, serta foto orang tua yang ada di dinding kos-kosan anak muda saja sering serasa diajak menonton pasangan muda itu berpacaran entah seperti apa tanpa berpikir hari esok. Rupanya tulang kita zaman now sudah tidak ada sendinya untuk membungkuk apalagi tersungkur di hadapan kebesaran Tuhan. Kedua, Simon Petrus mempertanyakan perintah Yesus. Dia memang tersungkur merendah, namun pada saat yang sama arogansi kemanusiaannya mengemuka sehingga hatinya campur-aduk antara merendah atau membantah Yesus dengan sempat-sempatnya protes dan mempersoalkan bahwa mana mungkin di siang bolong mereka bisa mendapatkan ikan, sedangkan semalam-malaman mereka kerja keras, tidak mendapatkan apa-apa. Akan tetapi, rasa rendah dirinya di hadapan Tuhan, iman kepasrahannya kepada Tuhan jauh lebih kuat dibandingkan rasionalitas kemanusiaannya. Rasionalitas kalah. Iman menang. Dia bertolak ke kedalaman. Lalu bagaimana dengan kita? Rasionalitas salah sering menguasai kita. Iman justru kalah. Misalnya, mindset ini “Saya hanya seorang perantau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Nusa Tenggara.” Rasa sebagai perantau, tamu di tanah orang, terbawa-bawa terus. Kita menjadi orang asing di RT/RW, tidak merasa sebagai warga penuh yang ikut menjaga kehidupan yang baik. Mengumpulkan surat domisili, misalnya, menjadi beban bagi kita karena harus mencari Ketua RT, RW, Kepala Desa, dst. Rasa keterasingan itu terbawa sampai ke Lingkungan, Wilayah, OMK dan kelompok kategorial, serta di tingkat Paroki. Di gereja ada yang mungkin merasa sebagai tamu tulen. Alih-alih kita membawa pembaharuan dalam kehidupan paroki, ketika beribadat saja kita lebih asing dari tamu, yakni hanya penonton, sehingga kita tidak menjawab dialog misa, tidak menyanyi, tidak pernah menjadi petugas liturgi dst. selain yang digerakkan atas nama Sekolah. Dengan itu, kita merasa belum waktunya menjalankan tugas perutusan sebagai murid Yesus. Apalagi kalau usia masih muda. Apalagi kalau belum married. Lalu kapan dan di mana kita akan bisa menjadi tuan bagi hidup dan lingkungan sosial kita untuk menempatkan diri dalam tugas perutusan? Kalaupun suatu ketika kita pensiun atau pindah dari sini, hidup kita saat itu di tempat itu tergantung pada hidup kita saat ini di tempat ini. Sesungguhnya yang kita jalani di tempat kerja atau di RT/RW atau di Paroki bukan persiapan hidup, melainkan hidup itu sendiri, karena usia kita tidak di-freeze, melainkan jalan terus. Marilah kita membuka diri kita dan hati kita akan kehadiran Tuhan lewat orang-orang di sekitar kita, apapun agamanya, sukunya, profesinya, dst. Kita hidup dengan saudara-saudara kita itu; yang di kampung hanya akar rumput yang lama-lama juga akan asing dengan kita. Yesus ada di sini, saat ini, tidak menunggu nanti. Mari kita buka hati dan melaksanakan tugas perutusan kita sekarang dan di sini. Tugas perutusan itu tidak harus dalam arti pergi ke benua lain sebagai misionaris untuk hidup dan mewartakan kabar sukacita secara selibat. Tugas perutusan adalah menjalani hidup dengan benar untuk diri sendiri dan bersama orang-orang di kiri, kanan, depan, dan belakang kita. Itu yang paling mudah. Ketiga, Simon Petrus akhirnya bertolak bergeser ke tempat yang lebih dalam dan menebar jala di siang bolong. Istilah siang bolong menggambarkan ironi keanehan dari sisi rasionalitas manusia. Kita juga sering menyebut kesadaran atau tindakan yang terlambat dan kelihatan akan sia-sia sebagai mimpi di siang bolong. Ternyata mindset itu harus diubah. Tidak ada kata terlambat, tidak ada kata telanjur basah. Yang namanya pembaharuan diri itu tidak kenal waktu. Begitu disadari, langsung berubah. Percayalah, kalau kita berubah, ikan yang kita jala akan berlimpah. Jangan berlama-lama membuang waktu dengan rasionalitas ego kita. Kalau selama ini kita enggan membaca Kitab Suci dan membuat renungan hanya karena kewajiban, itu pasti kurang membawa manfaat bagi perbaikan diri kita. Sudah nyata-nyata buang waktu, tapi karena kita kurang melandasi tindakan kita dengan kesungguhan dan kesadaran yang benar, maka hasilnya bagi peningkatan khazanah spiritual kita sangat minim. Itulah yang digambarkan dengan kenyataan Simon Petrus yang sibuk semalam-malaman tanpa hasil, karena tidak dengan fondasi keyakinan akan kuasa Tuhan. Beberapa contoh lain hidup kita yang hanya buang-buang waktu bagai menebar jala di tempat yang dangkal antara lain misalnya 1 Mengerjakan sesuatu asal jadi, yang penting ada yang bisa ditunjukkan ke atasan. Kita pasti tidak bertumbuh dalam cara kerja itu. 2 menerima tugas mengajar tetapi gagal menyenangi dunia anak-anak. Yang seperti ini hanya akan buang-buang waktu dan sekedar mendapatkan gaji bulanan, yang bukan apa-apa di mata Tuhan, dan bukan apa-apa untuk kekayaan kualitas hidup spiritual. 3 jatuh cinta dan menjalani hidup sebagai pacar satu terhadap yang lain tetapi tidak kunjung ada titik terang ke mana hubungan mau dibawa selain untuk mengisi rasa kesepian. Masih banyak contoh lainnya. Kesemuanya itu membutuhkan tindakan banting setir kita, ngeden mengeluarkan tenaga terbesar kita untuk bangkit dan melawan kenyamanan semu itu, menata kembali semuanya, dan memindahkan perahu kita ke tempat yang lebih dalam, melakukan segala sesuatu secara lebih berisi dan memandang ke depan. Mari berhenti berputar-putar tanpa juntrungan di air yang cetek, berhenti bekerja atau bertindak hanya demi hal dangkal di permukaan misalnya sekedar memenuhi kewajiban, bagi yang muda berhenti menghabiskan hari ini tabungan bahagia hari depan supaya pada waktunya nanti bahagia itu masih ada. Mari kita hidup secara lebih berisi. Itulah makna duc in altum. Ternyata, untuk maju dalam hidup itu dibutuhkan program kerja pribadi. Program kerja adalah uraian dari tujuan. Tujuan adalah uraian dari misi pribadi. Misi pribadi adalah uraian dari visi. Kalau itu semua kita sempatkan untuk disusun dengan permenungan yang mendalam, dan menggetarkan jiwa kita untuk mendapatkan apa yang kita impikan, maka program kerja pribadi itu akan menjadi hidangan yang lengkap di meja perjamuan. Akan tetapi … sebuah hidangan tidak bisa tiba-tiba ada di meja hidangan. Hidangan di meja makan itu adalah wujud kepiawaian manajerial kita. Dibutuhkan kompetensi spiritual untuk mengerjakan hal-hal manajerial itu. Kompetensi spiritual ibarat segala yang kita lakukan di dapur sampai hidangan dikemas dan diantar ke meja perjamuan. Kompetensi spiritual itu kita dapatkan hari ini. Yesaya MAU diutus. Paulus MAU diutus. Murid-murid Yesus MAU diutus. MAU adalah singkatan dari M Merendahkan diri di hadapan Tuhan, memasrahkan segalanya kepada Tuhan, percaya, tanggalkan kesombongan ego, berani telanjang sejujur-jujurnya di hadapan Tuhan. A Ada keterbukaan hati agar Tuhan masuk ke dalam diri kita. Kalau berdoa, jangan cepat-cepat ingin berbicara dan mendikte Tuhan, tetapi dengarkan dulu suara Tuhan. Kalau bertindak, ingat Tuhan, ingat sesama, ingat orang tua kita, ingat orientasi masa depan kita, ingat anak/istri/suami, dst. U Usaha meninggalkan kenyamanan semu, tanpa syarat. Kalau ragu, kembali ke M dan A. Semoga bermanfaat. Kamis, 3 September 2020 Bacaan Injil Lukas 51-11 Yesus berkata kepada Simon “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan”. Simon menjawab “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.” Lukas 54-5 Ada seorang pemuda menyelesaikan kuliah S1-nya tujuh tahun lamanya. Dia sempat sharing kalau lebih enak jadi mahasiswa daripada harus bekerja. Jadi mahasiswa itu belum terikat pada jadwal jam kerja harian dan keharusan untuk menyelesaikan sejumlah pekerjaan serta hubungan komunikasi dengan bos, karyawan lain, customer yang tidak selalu berjalan mulus. Jadi mahasiswa juga masih bisa bangun siang kalau jam kuliahnya siang atau sore hari. Masih bisa “main”, jalan-jalan, kumpul-kumpul dengan teman. Tanggung jawabnya pun sebatas menghadiri kuliah, mendengar dosen ceramah di kelas, mencari buku-buku kuliah, mengerjakan tugas-tugas kuliah, UTS, UAS. Tetapi berbeda dengan orang yang sudah bekerja, ia memiliki tanggung jawab atas pekerjaannya, hubungan dengan atasan, sesama rekan kerja, bawahan yang harus dijaga baik-baik kalau ia mau tetap dipertahankan bekerja di salah satu perusahaan tempatnya bekerja. Dalam bacaan injil hari ini Yesus menyuruh Petrus untuk “bertolak ke tempat yang lebih dalam dan menebarkan jalanya untuk menangkap ikan“. Jika dipikirkan lebih kritis, bagaimana mungkin seorang anak tukang kayu yang hidupnya jauh dari pantai mengatakan kepada orang yang berprofesi sebagai nelayan,“bertolaklah ke tempat lebih dalam dan tebarkanlah jalamu“? Pada awalnya Simon merasa ragu akan perkataan Yesus tersebut karena sudah satu malam menjala ikan tetapi tidak mendapatkan apapun. Selain itu, Yesus menyuruh Simon menjala ikan sesudah matahari terbit atau tengah hari. Akan tetapi karena ketaatannya kepada Yesus dan karena Yesus sendiri yang mengatakan, dia bersama teman-temannya berangkat ke tengah danau untuk menjala ikan. Setelah mereka menebarkan jala, mereka menangkap sejumlah ikan besar sehingga jala mereka mulai koyak. Pelajaran yang bisa kita renungkan bersama melalui kisah Injil hari ini adalah kesediaan untuk bertolak ke “tempat yang lebih dalam”. Tempat yang “dalam” di dalam kehidupan kita sehari-hari bisa dipahami sebagai tempat yang penuh dengan tantangan, ancaman, ketidakpastian, tetapi juga mengandung peluang. Banyak orang yang takut, enggan, tidak mau melangkah ke tempat yang dalam karena rasa takut yang ada pada dirinya. Banyak orang hanya mau berhenti pada tempat yang tidak terlalu dalam, karena tempat itu dirasa nyaman, sudah kita kuasai, sedikit mengandung resiko. Demikian pula siswa kerapkali hanya berhenti menggali pengetahuan sebatas apa yang diajarkan oleh guru mereka. Tidak berani untuk mengemukakan pendapatnya sendiri sebagai akibat dari studi mendalam terhadap materi pelajaran yang ia ambil, karena takut untuk ditentang, tidak disetujui, ditertawakan, dianggap tidak berkualitas pemikirannya. Selama rasa takut itu menyelimuti diri siswa tadi, selama itu pulalah dirinya tidak akan menemukan hal-hal yang baru di dalam pengetahuan dan keterampilannya. REFLEKSI Apakah selama ini kita mengikuti suara Tuhan yang ada dalam hati kita, atau ikut-ikutan dengan orang lain yang salah karena takut dianggap sok suci dan sok hebat? DOA Allah Tuhan kami ajarkan kami selalu agar kami selalu mengikuti hati nurani kami sebagai suaraMu dalam bertindak. Demi Kristus Tuhan kami. Amin. AKSI Mari kita selalu mengikuti suara hati kita untuk berbuat yang terbaik bagi sesama. Sumber Renungan BKSN Komisi Kateketik KAJ Bertolak ke Tempat yang Lebih Dalam in altum ducere adalah sebuah situs yang berisi refleksi filsafat dan teologi atas beragam fenomena. Manusia ibaratnya pelaut yang harus “bertolak ke tempat yang lebih dalam” untuk mendapatkan pengalaman yang mengesankan sekaligus mengalahkan dirinya untuk tidak berpuas diri menjadi “manusia rata-rata”, tetapi menjadi dirinya yang sejati. Ombak di “laut dalam” lebih besar dan menantang ketimbang di area pesisir. Orang yang menyadari bahwa hidup adalah petualangan life is an adventure pasti memilih untuk menghadapi ombak yang lebih besar. Kelak ia akan mensyukuri tindakan keberaniannya itu. Filsafat dan teologi bukan lagi konsumsi para teolog dan filsuf, melainkan kebutuhan semua orang, yang hidup di era teknologi-globalisasi dengan melonjaknya indeks infotech dan biotech, yang kian terbuai oleh semilir angin pantai namun lupa akan ombak besar di tengah lautan sana. Mari menantang diri di tengah “kenikmatan semu” jamuan teknologi-globalisasi. Be brave dan bertolaklah ke tempat yang lebih dalam! JAKARTA, - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB Letjen TNI Suharyanto bertolak ke Provinsi Riau, pada Rabu 7/6/2023 pagi. Kepergiannya ke sana untuk memimpin rapat koordinasi penanganan kebakaran hutan karhutla bersama seluruh unsur Forkopimda se-Provinsi Riau. Ia dijadwalkan akan meninjau titik lokasi karhutla secara langsung melalui juga BMKG Sebut 28 Persen Wilayah Indonesia Masuk Siaga Karhutla dan KekeringanSuharyanto mengatakan, peninjauan diperlukan lantaran Indonesia akan memasuki musim kemarau yang lebih kering dari tahun-tahun sebelumnya karena pengaruh dari El Nino. “BNPB akan fokus ke kebakaran hutan dan lahan. Karena prediksi BMKG pada 2023 ini kemaraunya lebih kering," kata Suharyanto dalam siaran pers, Rabu 7/6/2023. Dia menyampaikan, pihaknya akan lebih fokus dalam upaya pencegahan hingga penanganan darurat bencana hidrometeorologi kering, mulai dari antisipasi kebakaran hutan dan lahan hingga kekeringan akibat faktor cuaca. Sebab, berdasarkan proyeksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika BMKG, potensi kejadian karhutla akan lebih besar dari tiga tahun terakhir. Adapun menurut data sementara per 1 Juni 2023, sudah ada 112 kejadian karhutla di juga Titik Api Mulai Bermunculan, Pemprov Kalsel Tetapkan Status Siaga Darurat Karhutla Sementara itu, tujuh wilayah akan mendapat perhatian khusus dari BNPB, meliputi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Nusa Tenggara Timur. Hingga saat ini, status siaga darurat bencana karhutla dan kekeringan telah ditetapkan di seluruh provinsi tersebut per 29 Mei 2023. "Diprediksi potensi kejadian karhutlanya lebih besar dari tiga tahun terakhir,” tuturnya. Suharyanto menilai, ketujuh provinsi prioritas itu memang menjadi langganan bencana karhutla setiap tahun. Baca juga Ditangkap, Pelaku Karhutla di Dumai Terancam Hukuman 10 Tahun Penjara Oleh sebab itu, mantan Pangdam V Brawijaya itu akan turun langsung ke lapangan untuk memastikan penanganan karhutla berjalan dengan baik sehingga dampak terburuk dapat diminimalisir. Sebelumnya, BNPB juga telah mendukung operasi penanganan karhutla di Bumi Lancang Kuning dengan menyiagakan helikopter untuk patroli hingga water sisi lain, BNPB bersama BRIN, BMKG, dan TNI juga mengupayakan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca TMC sebagai langkah antisipasi untuk mengurangi potensi kejadian kebakaran hutan dan lahan. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

bertolak ke tempat yang lebih dalam